Satu-satunya korban selamat dari sebuah kapal yang karam terdampar di suatu pulau yang tak berpenghuni. Ia berdoa dengan tekun kepada Tuhan supaya menyelamatkannya. Setiap hari pula ia mengamati langit untuk mencari tanda-tanda bantuan, tapi tidak terlihat apa-apa di atas sana.
Merasa lelah, ia akhirnya putuskan untuk membangun sebuah gubuk kecil dari kayu apung untuk melindunginya dari cuaca. Dengan pengetahuan dan sisa-sisa barang yang ada, pria itu juga berhasil membuat api unggun kecil untuk menghalau hewan buas. Tapi suatu hari, setelah kembali dari mencari-cari makanan, ia mendapati gubuk kecilnya sudah terlalap api, dengan asapnya bergulung-gulung naik ke langit. Hal terburuk telah terjadi, segala sesuatunya lenyap begitu saja.
Pria ini begitu sedih sekaligus marah. "Betapa teganya Kau padaku!!" teriaknya. Tapi, esok paginya ia dibangunkan oleh suara mesin sebuah kapal yang bergerak mendekati pulau. Ternyata kapal itu hendak menolongnya.
"Bagaimana Anda bisa tahu saya ada di sini?" tanya pria yang sudah tampak lelah itu kepada penolongnya.
"Kami melihat sinyal asap apimu," jawab mereka. "Sebuah sinyal yang sangat kuat dan jelas."
Seperti halnya pria di kisah ini, kita sering kali mudah berkecil hati, sedih, marah, dan kecewa bila segala sesuatunya berjalan buruk, atau tidak sesuai harapan dan rencana. Tapi kita tak perlu putus asa sekalipun di tengah penderitaan dan kesengsaraan, atau berlarut-larut meratapi nasib, karena sesungguhnya Sang Maha Pencipta sedang bekerja dalam hidup kita. Ingatlah, bila di kemudian hari "gubuk kecil kita" sedang terlalap api, mungkin itu hanyalah sinyal asap api akan kemurahan hati-Nya.
Sumber : Andriewongso.com/jawaban.com